Monday, June 15, 2020

Pentingnya Sikap Skeptis dan Verifikasi terhadap Informasi.

TETAP WARAS DI TENGAH DERASNYA ARUS INFORMASI

Self Management terhadap HOAX

OLEH:

Paulia Jauza Rizki                                           111711133008

Maharani Dewi                                               111711133067

Maulana Prayogo                                            111711133098

            Mochammad Rizal Ramdhan                         111711133187

M.K. Keterampilan Komunikasi C-1 

Informasi, sebuah pesan, fakta, kabar atau berita. Dahulu, informasi merupakan sesuatu yang mahal dan cukup sulit didapatkan. Namun, perkembangan teknologi memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mengakses berbagai macam informasi yang mereka inginkan dan hampir semuanya bisa didapatkan dengan gratis. Sumber-sumber informasi pun sangat banyak, hanya mengetik satu kata yang diinginkan pada pencarian google, semua informasi yang berkaitan dengan kata tersebut muncul dari berbagai sumber. Adanya media sosial pun juga memungkinkan kita bertukar informasi dengan semua orang yang merupakan sesama pengguna media sosial. Hidaya dkk. (2019) mengatakan, bahwa adanya perilaku penggunaan media sosial pada masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, membuat informasi yang benar dan salah bercampur aduk karena dengan adanya internet sebagai media online menyebabkan informasi yang belum terverifikasi kebenarannya tersebar dengan cepat dan diantara informasi-informasi yang tersebar pun, ada berita-berita atau informasi palsu diantaranya atau mungkin akan lebih dikenal dengan sebutan hoax.

Pada akhir tahun 2019 lalu, telah ditemukan sebuah virus yang diberi nama COVID-19 di kota Wuhan, China yang kemudian pada bulan Maret 2020 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO (World Health Organization). Berita mengenai COVID-19 ini cukup menggemparkan dan menimbulkan banyak kekhawatiran di masyarakat. Akibatnya, terjadi fenomena panic buying di kalangan masyarakat, rumah sakit dipenuhi oleh orang-orang yang merasakan gejala-gejala COVID-19 yang sebenarnya gejala tersebut bukan ditimbulkan akibat terjangkit COVID-19, melainkan terjadi akibat dari kecemasan mereka sendiri.

Mengapa banyak masyarakat yang cemas, panik dengan adanya COVID-19? Berita dan informasi yang disampaikan pada masa awal COVID-19 ini kebanyakan adalah berita-berita buruk atau negatif. Berita berita yang berisikan jumlah orang yang sudah terdampak, jumlah yang sudah meninggal dan jumlah pasien sembuh yang sedikit.  Setelah adanya kepanikan dan kecemasan masyarakat yang diduga akibat berita-berita negatif, akhirnya berita-berita positif bermunculan, seperti berita yang menceritakan “mengapa masyarakat tidak perlu panik”.

Disamping berita-berita positif maupun negatif, penyebaran hoax atau berita bohong terkait COVID-19 juga banyak bermunculan. CNBC Indonesia, pada 18 April 2020, memberitakan pernyataan dari Kominfo yang menyatakan sudah ada 554 kasus hoax soal COVID-19 dan tersebar di 1.209 platform termasuk facebook, instagram, twitter, maupun youtube.

Vasilis K. Pozios MD., seorang psikiater forensik dan juga co-founder dari sebuah konsultasi kesehatan mental dan media, menyatakan bahwa berita palsu atau hoax, bertujuan untuk memanipulasi opini publik, itu dirancang untuk memancing respon emosional dari pembaca yang bersifat menghasut dan dapat menimbulkan perasaan marah, kecurigaan, kecemasan, dan bahkan depresi dengan mendistorsi pemikiran kita dan ia juga menyatakan bahwa mengenali atau mempersepsikan hoax sebagai hoax juga dapat menimbulkan perasaan marah dan frustasi, terutama jika pembaca merasa tidak berdaya (powerless) dalam menghadapi upaya untuk memanipulasi opini publik dengan cara hoax (Erdelyi, 2019). Hal ini menunjukan bahwa kesehatan mental masyarakat di tengah pandemi COVID-19 dan kemudian banyak tersebar hoax juga terkait covid-19 sedang terancam.

Mengapa berita palsu atau hoax banyak bermunculan? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruri Rosmalinda (2017 dalam Marwan, 2016), ada 3 faktor yang menyebabkan konten hoax bermunculan diantaranya; (1) Terdapat kemudahan bagi masyarakat dalam memiliki smartphone dikarenakan harga yang terjangkau yang digunakan sebagai media pencarian informasi, (2) Masyarakat mudah terpengaruh dan langsung melakukan tindakan share terhadap isu-isu yang belum jelas kebenarannya tanpa melakukan verifikasi dan konfirmasi, (3) Kurangnya minat baca sehingga menimbulkan kecenderungan membahas berita tanpa data yang jelas, hanya berdasarkan daya ingat dan sumber yang tidak jelas.

Dalam menghadapi atau mengatasi penyebaran hoax atau berita palsu, diperlukan adanya pengelolaan diri atau self-management. Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi perubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan satu strategi atau kombinasi strategi (Cormier & Cormier, 1985 dalam Kusumawardhani, 2018). Selain itu Komalasari (2011 dalam Kusumawardhani, 2018) juga menyebutkan, Self management merupakan sebuah strategi perubahan perilaku atau kebiasaan dengan pengaturan dan pemantauan yang dilakukan sendiri. Kedua definisi atau pengertian self management tersebut menyimpulkan bahwa self management bertujuan untuk melakukan perubahan dan  kontrol perilaku yang dilakukan secara mandiri. Pada faktor pertama penyebaran berita hoax yang telah dipaparkan sebelumnya adalah suatu hal yang tidak bisa dihentikan. Namun, kunci dari penanganan penyebaran hoax ada pada faktor kedua dan ketiga. Faktor kedua dan ketiga merupakan sebuah perilaku yang ada di masyarakat sehingga dengan adanya self management, diharapkan dapat terjadi sebuah modifikasi perilaku untuk mengurangi penyebaran dan pengaruh berita hoax, sehingga individu atau masyarakat bisa tetap waras meski arus informasi deras. 

PAPARAN ANALISA:

Maraknya pandemi COVID-19 pada awalnya membuat keresahan bagi masyarakat. Berita simpang siur yang belum dapat dipastikan kebenarannya membuat  panic buying pada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya hoax yang memberitakan hal-hal negatif dan ketakutan melihat dampak yang terjadi di berbagai media sosial. Hoax juga dapat menyebabkan perasaan marah dan frustasi, terutama jika pembaca merasa tidak berdaya (powerless) dalam menghadapi upaya untuk memanipulasi opini publik dengan cara hoax (Erdelyi, 2019)

Berita Hoax yang diterima masyarakat dapat membuat kecemasan bagi pembacanya. Kecemasan terhadap hoax dapat dikatakan sebagai state anxiety. Hal ini disebabkan ketika seseorang menerima stimulus berupa berita palsu. Spielberger (1972) mendefinisikan state anxiety sebagai kecemasan yang muncul kapanpun seseorang mempersepsikan setiap stimulus atau situasi yang memiliki potensial membahayakan, gawat, atau mengancam baginya.

Menurut Marwan (2016), terdapat 3 faktor yang menyebabkan konten hoax bermunculan antara lain, masyarakat mudah terpengaruh dan langsung melakukan tindakan share terhadap isu-isu yang belum jelas kebenarannya dan, kurangnya minat baca sehingga menimbulkan kecenderungan membahas berita tanpa data yang jelas.

Menurut (Cormier & Cormier, 1985 dalam Kusumawardhani, 2018) Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi perubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan satu strategi atau kombinasi strategi. Perubahan perilaku dalam Self management yang dapat dilakukan seperti (1) individu atau masyarakat tidak mudah terpengaruh (memiliki sikap skeptis) terhadap isu-isu yang kebenaran atau sumber yang tidak jelas, lalu melakukan verifikasi dan konfirmasi untuk memastikan kebenaran dari isu-isu yang muncul, (2) Dapat meningkatkan minat baca sehingga masyarakat lebih banyak membaca dari berbagai sumber sehingga pemahaman masyarakat didasari oleh sumber bacaan yang kredibel atau terpercaya.

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menghadapi berita hoax adalah dengan menjadi skeptis atau tidak langsung mempercayai terhadap apa informasi yang diterima dan dapat mengendalikan respon emosi atau regulasi emosi. Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki individu dalam menilai, mengatasi, mengelola dan mengungkapkan emosi yang tepat untuk mencapai keseimbangan emosional (Gross, 2007). Lalu perlu adanya konfirmasi terlebih dahulu informasi tersebut atau tabayyun sehingga kita dapat mengetahui kebenaran dari informasi tersebut sebelum terburu-buru percaya dan malah menyebarkan informasi palsu.Setelah data atau informasi diverifikasi kebenarannya langkah selanjutnya adalah self acceptance. Hal ini penting karena individu atau masyarakat harus siap dengan segala perubahan yang terjadi.

DATA PENDUKUNG

a.) "Btw ini info Corona per 28 Februari 2020. Info dari Kemenkes juga ada 6 kota zona kuning Corona: Medan, Batam, Jakarta, Surabaya, Bali, dan Manado." demikian bunyi pesan berantai yang beredar di media sosial dan grup-grup layanan pesan singkat.

Kementerian Kesehatan menegaskan tidak pernah mengeluarkan pernyataan tentang zona kuning sebagaimana dimaksud. Sejauh ini, Kemenkes melakukan upaya pencegahan masuknya virus corona di 135 titik yang merupakan pintu masuk udara. Dipastikan, informasi tentang 6 zona kuning adalah HOAX.

b.) "Astagfirullah BIKIN KAGET! Ada 136 Pasien dalam Pengawasan Virus Corona di #Indonesia - DKI Jakarta 35 orang, Bali 21 orang, Jateng 13 Orang, Kepri 11 orang, Jabar 9 orang, Jatim 10 orang, Banten 5 orang, Sulut 6 orang, Jogja 6 orang, Kaltim 3 orang." tulis seorang tokoh, dalam cuitan yang belakangan telah dihapus dengan disertai penjelasan.

Informasi ini tidak sepenuhnya salah, tetapi memicu kesalahpahaman. Kementerian Kesehatan meluruskan, yang dimaksud 'dalam pengawasan' tidak lain adalah 'suspek' dan tidak berarti 'positif terinfeksi virus corona COVID-19'. Sebelum berstatus dalam pengawasan, pasien yang datang dari negara terjangkit disebut 'dalam pemantauan'. Hingga Sabtu (29/2/2020), Kementerian Kesehatan telah memeriksa 143 sampel spesimen dari 44 RS di 22 provinsi dan hasilnya semua negatif.

c.) Sebuah foto yang menampilkan slide presentasi Dinkes DKI mendadak viral di media sosial. Tertulis dalam slide tersebut, ada 115 orang dalam pemantauan dan 32 orang dalam pengawasan virus corona. Banyak yang mengartikan sudah ada kasus positif di DKI, lalu kepanikan menyebar.

"Pada slide tersebut yang dimaksudkan dengan 'kasus covid-19' adalah menunjukkan pasien dengan dugaan awal covid-19 karena memiliki gejala dan riwayat perjalanan dari negara terjangkit." jelas Dinkes DKI dalam klarifikasinya.

Seperti pada hoax sebelumnya, yang dimaksud dengan dalam pengawasan tidak lain adalah suspek. Angka tersebut juga bukan dalam satu waktu, melainkan akumulasi. Singkatan PE dalam slide tersebut adalah Penyelidikan Epidemologi.

d.) “Ada 280 jamaah dari palembang dan makassar disini. Semua pada nangis, 18 jamaah indonesia di nyatakan positif terinfeksi virus corona . sekarang mereka semua 1 pesawat tidak diijinkan masuk saudi harus dibawa pulang ke Indonesia.”

Pesan tersebut beredar luas di media sosial dan jejaring pesan instan. Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan dr Achmad Yurianto memastikan informasi tersebut tidak benar sama sekali.

"Itu hoax jangan disebarkan lagi." katanya saat dihubungi detikcom, Jumat (28/2/2020).

e.) Virus corona COVID-19 tengah menghantui Eropa, termasuk Italia. Sebuah media asing MCM membagikan informasi bahwa Paus Franciscus dan dua pembantunya positif mengidap coronavirus dan menjalani karantina. Informasi tersebut lalu viral dibagikan di media sosial. Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan Agus Sriyono memastikan tidak ada informasi resmi yang menyebut Paus terinfeksi virus corona. Pembatalan sejumlah agenda kepausan disebutnya karena 'The Pope has a mild indisposition'.

"Dari pantauan kami sampai Sabtu malam (29/2), baik melalui berita resmi dari Vatikan, Italia, dan kontak pribadi dengan pejabat Vatikan, tidak satu pun menyatakan Paus Fransiskus terinfeksi virus Corona." tegasnya.

f.) "Cyber drone mendapati 54 hoax dan disinformasi. Satu dilakukan 6 Mei 2019 terkait kurma harus dicuci bersih karena mengandung virus corona. Sementara 53 lainnya disebarkan 23 Januari hingga hari ini." ungkap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, saat menggelar jumpa pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (3/2/2020).

g.) "Berita hoaks itu beredar di medsos Facebook sejak tadi pagi. Sebuah akun atas nama Rahman menuliskan "Innalilahi wa innailaihi rajium, selamat jalan dek yang positif corono telah meninggal dunia,Semoga amal ibadahmu diterima disisi Allah", yang merujuk pada Y (14), pasien yang tengah menjalani isolasi di RSUD Regional Sulbar," kata Kapolres Majene AKBP Irawan Banuaji, Senin (30/03/2020).

h.) "Bahwa sampai dengan hari ini, Senin, 4 Mei 2020, ada sebanyak 101 kasus hoax yang sedang ditangani oleh Polri." kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra dalam konferensi pers yang ditayangkan akun YouTube Tribrata TV, Selasa (28/4/2020).

i.) "Total sampai semua ada sekitar 443 kasus, ini terus diselidiki. Tetapi sambil berjalan kita koordinasi dengan Kemenkominfo dalam hal ini, karena ada beberapa yang sudah kita minta ke kominfo untuk sekitar 218 akun diblokir dari 443 ini." kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat memberikan keterangan pers secara live melalui akun Instagram Humas PMJ, Senin (4/5/2020).

j.) "Tren peningkatan di tindak pidana hoax atau hate speech ini dibanding bulan yang sama pada tahun yang berbeda ada kenaikan, begitu pula tindak pidana hate speech, selama pandemi Corona, dari April sampai Mei ini minggu 14, 15, 16, 17, ada sedikit peningkatan." kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat memberikan keterangan pers secara live melalui akun Instagram Humas PMJ, Senin (4/5/2020).

 

KESIMPULAN & REFLEKSI

            Berdasarkan dari pemaparan fakta-fakta dan analisis diatas melahirkan suatu kesimpulan bahwasanya penggunaan internet dikalangan masyarakat sangat mudah sekali untuk diakses, hal tersebut tidak hanya membawa dampak positif namun juga dapat memberikan dampak negatif. Selain itu juga banyak pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan internet untuk merugikan orang lain demi mendapatkan keuntungan. Maka dari itu, masyarakat sebagai pengguna internet dihimbau untuk lebih cerdas dan cermat dalam menggunakannya. Dewasa ini,

Hoax merupakan suatu hal yang memberikan dampak negatif kepada para pengguna internet dengan memberikan kepalsuan berita, hal itu dapat merugikan pembaca ketika pengguna tidak mampu untuk memilah kebenaran informasi, dampaknya adalah pada tekanan psikologis.

            Terlebih dalam menghadapi situasi sekarang ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena dampak dari covid-19, berita perkembangan mengenai covid-19 tersedia banyak sekali bahkan hampir setiap menit, orang selalu menghubung-hubungkan dan memberikan informasi berlebihan secara palsu baik dengan pemaparan data maupun argumen pribadi yang dibagikan melalui sosmed mereka yang dapat merugikan pembaca lain. Jika hal itu dibiarkan terus menerus maka akan memberi dampak yang buruk bagi kesehatan mental seseorang dalam menghadapi pandemi ini.

            Kemampuan dalam mengendalikan diri sendiri merupakan modal bagi para pengguna internet yang sering mengkonsumsi berita Hoax agar bisa tetap tenang dan terhindar dari kecemasan yang menimbulkan tekanan psikologis. Dengan cerdas memilah informasi dan mengatur perilaku untuk tidak merespon secara berlebihan informasi yang belum kredibel kebenarannya. Disini peneliti menitikan permasalahan tersebut dengan bagaimana pengelolaan personal atas hoax dapat dikaitkan dengan bagaimana individu dapat mengelola diri.  Self management merupakan sebuah strategi perubahan perilaku atau kebiasaan dengan pengaturan dan pemantauan yang dilakukan sendiri. Pengertian self management tersebut menyimpulkan bahwa self management bertujuan untuk melakukan perubahan dan  kontrol perilaku yang dilakukan secara mandiri. Pada faktor pertama penyebaran berita hoax yang telah dipaparkan sebelumnya adalah suatu hal yang tidak bisa dihentikan.

            Hal yang bisa dilakukan adalah mengikuti anjuran pemerintah seperti menjaga kesehatan dan sistem imun tubuh, selain itu juga kita perlu untuk percaya kepada pemerintah mengenai apa saja upaya yang terbaik sedang dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus tersebut. Pihak-pihak yang terlibat adalah pasukan yang ahli dalam menangani hal tersebut, dan tugas kita untuk diri kita adalah yakin dan percaya. Ahli menyebutkan protective factor adalah hal yang penting dimana individu mampu mengelola perasaannya melalui pengelolaan emosi ketika sedih dan senang itu dirasakan, kemampuan intelektual ketika memproses pemahaman mengenai penting tidaknya hal ini dijadikan sebagai hal yang dapat memberi dampak negatif terhadap respon tubuh dan konsep diri yang positif, dimana individu mampu mengelola informasi sebagai respon yang positif terhadap tubuh. Banyak juga situs-situs yang memberikan cara meresiliensi diri agar dapat mengelola respon yang positif seperti salah satunya yang telah dilansir oleh kompas.com laman (kompas.com, 2020).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Erdelyi, Karina M. (2019, Oktober 21). The Psychological Impact of Information Warfare &Fake

News. Psychom. Diakses pada 2 Mei 2020 melalui https://www.psycom.net/iwar.1.html

Fadhillah, G.F. (2013). “Upaya Meningkatkan Pengendalian Diri Penerima Manfaat Melalui

Layanan Bimbingan Kelompok di Balai Rehabilitasi Mandiri Semarang”. Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Semarang. Kota Semarang

Gross, J. J. & Thompson, R. A. (2007). Emotion Regulation: Conceptual Foundation. Handbook of Emotion Regulation,edited by. James J. Gross. New York: Guilford Publications.

Hidaya, N., Qalby, N., Alaydrus, S.S., Darmayanti, A., Salsabila, A.P. (2019). Pengaruh Media

Sosial terhadap Penyebaran Hoax oleh Digital Native

Kusumawardhani, R. (2018). Self Management Untuk Mengurangi Kecenderungan Misbehavior pada S Siswa Sekolah Dasar (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Kompas.com. (2020, 05 04). menjadi pribadi yang resilien di tengah pandemi covid-19. Retrieved from lifestyle kompas.com: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/05/194911420/menjadi-pribadi-yang-resilien-di-tengah-pandemik-covid-19?page=all

Marwan, M. R. (2016). Analisis Penyebaran Berita Hoax di Indonesia. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma.

Ummah, Anisatul. (2020). “Kominfo: Ada 554 Hoax Soal COVID-19 dengan 89 Tersangka”.

CNBC Indonesia, 18 April 2020. Jakarta

Spielberger, C. (1972). Current Trends in Theory and Research on Anxiety. In C.D. Spielberger (Ed.), Anxiety: Current Trends in Theory and Research, 2.


No comments:

Post a Comment