TETAP WARAS DI TENGAH DERASNYA ARUS
INFORMASI
Self Management terhadap HOAX
OLEH:
Paulia Jauza Rizki 111711133008
Maharani Dewi 111711133067
Maulana Prayogo 111711133098
Mochammad Rizal Ramdhan 111711133187
M.K. Keterampilan Komunikasi C-1
Informasi, sebuah pesan, fakta,
kabar atau berita. Dahulu, informasi merupakan sesuatu yang mahal dan cukup
sulit didapatkan. Namun, perkembangan teknologi memberikan kemudahan bagi semua
orang untuk mengakses berbagai macam informasi yang mereka inginkan dan hampir
semuanya bisa didapatkan dengan gratis. Sumber-sumber informasi pun sangat
banyak, hanya mengetik satu kata yang diinginkan pada pencarian google, semua
informasi yang berkaitan dengan kata tersebut muncul dari berbagai sumber.
Adanya media sosial pun juga memungkinkan kita bertukar informasi dengan semua
orang yang merupakan sesama pengguna media sosial. Hidaya dkk. (2019)
mengatakan, bahwa adanya perilaku penggunaan media sosial pada masyarakat
Indonesia yang cenderung konsumtif, membuat informasi yang benar dan salah
bercampur aduk karena dengan adanya internet sebagai media online menyebabkan
informasi yang belum terverifikasi kebenarannya tersebar dengan cepat dan
diantara informasi-informasi yang tersebar pun, ada berita-berita atau
informasi palsu diantaranya atau mungkin akan lebih dikenal dengan sebutan hoax.
Pada akhir tahun 2019 lalu, telah
ditemukan sebuah virus yang diberi nama COVID-19 di kota Wuhan, China yang
kemudian pada bulan Maret 2020 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO (World Health Organization). Berita
mengenai COVID-19 ini cukup menggemparkan dan menimbulkan banyak kekhawatiran
di masyarakat. Akibatnya, terjadi fenomena
panic buying di kalangan masyarakat, rumah sakit dipenuhi oleh orang-orang
yang merasakan gejala-gejala COVID-19 yang sebenarnya gejala tersebut bukan
ditimbulkan akibat terjangkit COVID-19, melainkan terjadi akibat dari kecemasan
mereka sendiri.
Mengapa banyak masyarakat yang
cemas, panik dengan adanya COVID-19? Berita dan informasi yang disampaikan pada
masa awal COVID-19 ini kebanyakan adalah berita-berita buruk atau negatif. Berita
berita yang berisikan jumlah orang yang sudah terdampak, jumlah yang sudah
meninggal dan jumlah pasien sembuh yang sedikit. Setelah adanya kepanikan dan kecemasan
masyarakat yang diduga akibat berita-berita negatif, akhirnya berita-berita
positif bermunculan, seperti berita yang menceritakan “mengapa masyarakat tidak
perlu panik”.
Disamping berita-berita positif
maupun negatif, penyebaran hoax atau
berita bohong terkait COVID-19 juga banyak bermunculan. CNBC Indonesia, pada 18
April 2020, memberitakan pernyataan dari Kominfo yang menyatakan sudah ada 554
kasus hoax soal COVID-19 dan tersebar di 1.209 platform termasuk facebook, instagram, twitter,
maupun youtube.
Vasilis K. Pozios MD., seorang
psikiater forensik dan juga co-founder dari sebuah konsultasi kesehatan mental
dan media, menyatakan bahwa berita palsu atau hoax, bertujuan untuk memanipulasi opini publik, itu dirancang
untuk memancing respon emosional dari pembaca yang bersifat menghasut dan dapat
menimbulkan perasaan marah, kecurigaan, kecemasan, dan bahkan depresi dengan
mendistorsi pemikiran kita dan ia juga menyatakan bahwa mengenali atau
mempersepsikan hoax sebagai hoax juga dapat menimbulkan perasaan
marah dan frustasi, terutama jika pembaca merasa tidak berdaya (powerless)
dalam menghadapi upaya untuk memanipulasi opini publik dengan cara hoax (Erdelyi, 2019). Hal ini menunjukan
bahwa kesehatan mental masyarakat di tengah pandemi COVID-19 dan kemudian
banyak tersebar hoax juga terkait covid-19 sedang terancam.
Mengapa berita palsu atau hoax banyak bermunculan? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruri Rosmalinda (2017 dalam Marwan, 2016), ada 3 faktor yang menyebabkan konten hoax bermunculan diantaranya; (1) Terdapat kemudahan bagi masyarakat dalam memiliki smartphone dikarenakan harga yang terjangkau yang digunakan sebagai media pencarian informasi, (2) Masyarakat mudah terpengaruh dan langsung melakukan tindakan share terhadap isu-isu yang belum jelas kebenarannya tanpa melakukan verifikasi dan konfirmasi, (3) Kurangnya minat baca sehingga menimbulkan kecenderungan membahas berita tanpa data yang jelas, hanya berdasarkan daya ingat dan sumber yang tidak jelas.
Dalam menghadapi atau mengatasi penyebaran hoax atau berita palsu, diperlukan adanya pengelolaan diri atau self-management. Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi perubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan satu strategi atau kombinasi strategi (Cormier & Cormier, 1985 dalam Kusumawardhani, 2018). Selain itu Komalasari (2011 dalam Kusumawardhani, 2018) juga menyebutkan, Self management merupakan sebuah strategi perubahan perilaku atau kebiasaan dengan pengaturan dan pemantauan yang dilakukan sendiri. Kedua definisi atau pengertian self management tersebut menyimpulkan bahwa self management bertujuan untuk melakukan perubahan dan kontrol perilaku yang dilakukan secara mandiri. Pada faktor pertama penyebaran berita hoax yang telah dipaparkan sebelumnya adalah suatu hal yang tidak bisa dihentikan. Namun, kunci dari penanganan penyebaran hoax ada pada faktor kedua dan ketiga. Faktor kedua dan ketiga merupakan sebuah perilaku yang ada di masyarakat sehingga dengan adanya self management, diharapkan dapat terjadi sebuah modifikasi perilaku untuk mengurangi penyebaran dan pengaruh berita hoax, sehingga individu atau masyarakat bisa tetap waras meski arus informasi deras.
PAPARAN
ANALISA:
Maraknya pandemi COVID-19 pada
awalnya membuat keresahan bagi masyarakat. Berita simpang siur yang belum dapat
dipastikan kebenarannya membuat panic buying pada masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh adanya hoax yang
memberitakan hal-hal negatif dan ketakutan melihat dampak yang terjadi di
berbagai media sosial. Hoax juga
dapat menyebabkan perasaan marah dan frustasi, terutama jika pembaca merasa
tidak berdaya (powerless) dalam
menghadapi upaya untuk memanipulasi opini publik dengan cara hoax (Erdelyi, 2019)
Berita Hoax yang diterima masyarakat dapat membuat kecemasan bagi
pembacanya. Kecemasan terhadap hoax
dapat dikatakan sebagai state anxiety.
Hal ini disebabkan ketika seseorang menerima stimulus berupa berita palsu.
Spielberger (1972) mendefinisikan state
anxiety sebagai kecemasan yang muncul kapanpun seseorang mempersepsikan
setiap stimulus atau situasi yang memiliki potensial membahayakan, gawat, atau
mengancam baginya.
Menurut Marwan (2016), terdapat 3
faktor yang menyebabkan konten hoax
bermunculan antara lain, masyarakat mudah terpengaruh dan langsung melakukan
tindakan share terhadap isu-isu yang
belum jelas kebenarannya dan, kurangnya minat baca sehingga menimbulkan
kecenderungan membahas berita tanpa data yang jelas.
Menurut (Cormier & Cormier, 1985
dalam Kusumawardhani, 2018) Self
management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi perubahan perilaku
yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan
satu strategi atau kombinasi strategi. Perubahan perilaku dalam Self management yang dapat dilakukan
seperti (1) individu atau masyarakat tidak mudah terpengaruh (memiliki sikap
skeptis) terhadap isu-isu yang kebenaran atau sumber yang tidak jelas, lalu
melakukan verifikasi dan konfirmasi untuk memastikan kebenaran dari isu-isu
yang muncul, (2) Dapat meningkatkan minat baca sehingga masyarakat lebih banyak
membaca dari berbagai sumber sehingga pemahaman masyarakat didasari oleh sumber
bacaan yang kredibel atau terpercaya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menghadapi berita hoax adalah dengan menjadi skeptis atau tidak langsung mempercayai terhadap apa informasi yang diterima dan dapat mengendalikan respon emosi atau regulasi emosi. Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki individu dalam menilai, mengatasi, mengelola dan mengungkapkan emosi yang tepat untuk mencapai keseimbangan emosional (Gross, 2007). Lalu perlu adanya konfirmasi terlebih dahulu informasi tersebut atau tabayyun sehingga kita dapat mengetahui kebenaran dari informasi tersebut sebelum terburu-buru percaya dan malah menyebarkan informasi palsu.Setelah data atau informasi diverifikasi kebenarannya langkah selanjutnya adalah self acceptance. Hal ini penting karena individu atau masyarakat harus siap dengan segala perubahan yang terjadi.
DATA PENDUKUNG
a.)
"Btw ini info Corona per 28 Februari
2020. Info dari Kemenkes juga ada
6 kota zona kuning Corona: Medan, Batam, Jakarta, Surabaya, Bali, dan Manado." demikian bunyi pesan
berantai yang beredar di media sosial dan grup-grup layanan pesan singkat.
Kementerian Kesehatan menegaskan tidak pernah mengeluarkan
pernyataan tentang zona kuning sebagaimana dimaksud. Sejauh ini, Kemenkes
melakukan upaya pencegahan masuknya virus corona di 135 titik yang merupakan
pintu masuk udara. Dipastikan, informasi tentang 6 zona kuning adalah HOAX.
b.)
"Astagfirullah BIKIN KAGET! Ada 136
Pasien dalam Pengawasan Virus Corona di #Indonesia - DKI Jakarta 35 orang, Bali
21 orang, Jateng 13 Orang, Kepri 11 orang, Jabar 9 orang, Jatim 10 orang,
Banten 5 orang, Sulut 6 orang, Jogja 6 orang, Kaltim 3 orang." tulis
seorang tokoh, dalam cuitan yang belakangan telah dihapus dengan disertai
penjelasan.
Informasi ini tidak sepenuhnya salah, tetapi memicu
kesalahpahaman. Kementerian Kesehatan meluruskan, yang dimaksud 'dalam
pengawasan' tidak lain adalah 'suspek' dan tidak berarti 'positif terinfeksi
virus corona COVID-19'. Sebelum berstatus dalam pengawasan, pasien yang datang
dari negara terjangkit disebut 'dalam pemantauan'. Hingga Sabtu (29/2/2020),
Kementerian Kesehatan telah memeriksa 143 sampel spesimen dari 44 RS di 22
provinsi dan hasilnya semua negatif.
c.)
Sebuah foto yang menampilkan slide presentasi Dinkes DKI mendadak viral di
media sosial. Tertulis dalam slide tersebut, ada 115 orang dalam pemantauan dan
32 orang dalam pengawasan virus corona. Banyak yang mengartikan sudah ada kasus
positif di DKI, lalu kepanikan menyebar.
"Pada slide tersebut yang dimaksudkan dengan
'kasus covid-19' adalah menunjukkan pasien dengan dugaan awal covid-19 karena
memiliki gejala dan riwayat perjalanan dari negara terjangkit." jelas
Dinkes DKI dalam klarifikasinya.
Seperti pada hoax sebelumnya, yang dimaksud dengan dalam
pengawasan tidak lain adalah suspek. Angka tersebut juga bukan dalam satu
waktu, melainkan akumulasi. Singkatan PE dalam slide tersebut adalah
Penyelidikan Epidemologi.
d.) “Ada 280 jamaah dari palembang dan makassar disini.
Semua pada nangis, 18 jamaah indonesia di nyatakan positif terinfeksi virus
corona . sekarang mereka semua 1 pesawat tidak diijinkan masuk saudi harus
dibawa pulang ke Indonesia.”
Pesan tersebut beredar luas di media sosial dan jejaring
pesan instan. Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan dr Achmad Yurianto memastikan informasi
tersebut tidak benar sama sekali.
"Itu hoax jangan disebarkan lagi."
katanya saat dihubungi detikcom, Jumat (28/2/2020).
e.)
Virus corona COVID-19 tengah menghantui Eropa, termasuk Italia. Sebuah media
asing MCM membagikan informasi bahwa Paus Franciscus dan dua pembantunya
positif mengidap coronavirus dan menjalani karantina. Informasi tersebut lalu
viral dibagikan di media sosial. Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan Agus
Sriyono memastikan tidak ada informasi resmi yang menyebut Paus terinfeksi
virus corona. Pembatalan sejumlah agenda kepausan disebutnya karena 'The Pope
has a mild indisposition'.
"Dari pantauan kami sampai Sabtu malam
(29/2), baik melalui berita resmi dari Vatikan, Italia, dan kontak pribadi
dengan pejabat Vatikan, tidak satu pun menyatakan Paus Fransiskus terinfeksi
virus Corona." tegasnya.
f.)
"Cyber drone mendapati 54 hoax dan disinformasi. Satu dilakukan 6 Mei
2019 terkait kurma harus dicuci bersih karena mengandung virus corona.
Sementara 53 lainnya disebarkan 23 Januari hingga hari ini." ungkap
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Johnny G Plate, saat menggelar jumpa
pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (3/2/2020).
g.) "Berita hoaks itu beredar di
medsos Facebook sejak tadi pagi. Sebuah akun atas nama Rahman menuliskan "Innalilahi wa innailaihi rajium, selamat
jalan dek yang positif corono telah meninggal dunia,Semoga amal ibadahmu
diterima disisi Allah", yang merujuk pada Y (14), pasien yang tengah
menjalani isolasi di RSUD Regional Sulbar," kata Kapolres Majene AKBP
Irawan Banuaji, Senin (30/03/2020).
h.) "Bahwa sampai dengan hari ini, Senin, 4 Mei 2020, ada sebanyak 101 kasus
hoax yang sedang ditangani oleh Polri." kata Kabag Penum Divisi Humas
Polri Kombes Asep Adi Saputra dalam konferensi pers yang ditayangkan akun
YouTube Tribrata TV, Selasa (28/4/2020).
i.) "Total sampai semua ada sekitar 443 kasus, ini terus diselidiki. Tetapi
sambil berjalan kita koordinasi dengan Kemenkominfo dalam hal ini, karena ada
beberapa yang sudah kita minta ke kominfo untuk sekitar 218 akun diblokir dari
443 ini." kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat
memberikan keterangan pers secara live
melalui akun Instagram Humas PMJ, Senin (4/5/2020).
j.) "Tren peningkatan di tindak pidana hoax atau hate speech ini dibanding
bulan yang sama pada tahun yang berbeda ada kenaikan, begitu pula tindak pidana
hate speech, selama pandemi Corona, dari April sampai Mei ini minggu 14, 15,
16, 17, ada sedikit peningkatan." kata Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Yusri Yunus saat memberikan keterangan pers secara live melalui akun Instagram Humas PMJ, Senin (4/5/2020).
KESIMPULAN & REFLEKSI
Berdasarkan
dari pemaparan fakta-fakta dan analisis diatas melahirkan suatu kesimpulan
bahwasanya penggunaan internet dikalangan masyarakat sangat mudah sekali untuk
diakses, hal tersebut tidak hanya membawa dampak positif namun juga dapat
memberikan dampak negatif. Selain itu juga banyak pihak yang tidak bertanggung
jawab dalam menggunakan internet untuk merugikan orang lain demi mendapatkan
keuntungan. Maka dari itu, masyarakat sebagai pengguna internet dihimbau untuk
lebih cerdas dan cermat dalam menggunakannya. Dewasa ini,
Hoax merupakan suatu hal yang memberikan dampak negatif kepada
para pengguna internet dengan memberikan kepalsuan berita, hal itu dapat
merugikan pembaca ketika pengguna tidak mampu untuk memilah kebenaran
informasi, dampaknya adalah pada tekanan psikologis.
Terlebih
dalam menghadapi situasi sekarang ini, Indonesia merupakan salah satu negara
yang terkena dampak dari covid-19, berita perkembangan mengenai covid-19
tersedia banyak sekali bahkan hampir setiap menit, orang selalu
menghubung-hubungkan dan memberikan informasi berlebihan secara palsu baik
dengan pemaparan data maupun argumen pribadi yang dibagikan melalui sosmed
mereka yang dapat merugikan pembaca lain. Jika hal itu dibiarkan terus menerus
maka akan memberi dampak yang buruk bagi kesehatan mental seseorang dalam
menghadapi pandemi ini.
Kemampuan
dalam mengendalikan diri sendiri merupakan modal bagi para pengguna internet
yang sering mengkonsumsi berita Hoax
agar bisa tetap tenang dan terhindar dari kecemasan yang menimbulkan tekanan
psikologis. Dengan cerdas memilah informasi dan mengatur perilaku untuk tidak
merespon secara berlebihan informasi yang belum kredibel kebenarannya. Disini
peneliti menitikan permasalahan tersebut dengan bagaimana pengelolaan personal
atas hoax dapat dikaitkan dengan bagaimana individu dapat mengelola diri. Self
management merupakan sebuah strategi perubahan perilaku atau kebiasaan
dengan pengaturan dan pemantauan yang dilakukan sendiri. Pengertian self management tersebut menyimpulkan
bahwa self management bertujuan untuk
melakukan perubahan dan kontrol perilaku
yang dilakukan secara mandiri. Pada faktor pertama penyebaran berita hoax yang telah dipaparkan sebelumnya
adalah suatu hal yang tidak bisa dihentikan.
Hal
yang bisa dilakukan adalah mengikuti anjuran pemerintah seperti menjaga
kesehatan dan sistem imun tubuh, selain itu juga kita perlu untuk percaya
kepada pemerintah mengenai apa saja upaya yang terbaik sedang dilakukan untuk
mengurangi penyebaran virus tersebut. Pihak-pihak yang terlibat adalah pasukan
yang ahli dalam menangani hal tersebut, dan tugas kita untuk diri kita adalah
yakin dan percaya. Ahli menyebutkan protective
factor adalah hal yang penting dimana individu mampu mengelola perasaannya
melalui pengelolaan emosi ketika sedih dan senang itu dirasakan, kemampuan
intelektual ketika memproses pemahaman mengenai penting tidaknya hal ini
dijadikan sebagai hal yang dapat memberi dampak negatif terhadap respon tubuh
dan konsep diri yang positif, dimana individu mampu mengelola informasi sebagai
respon yang positif terhadap tubuh. Banyak juga situs-situs yang memberikan
cara meresiliensi diri agar dapat mengelola respon yang positif seperti salah
satunya yang telah dilansir oleh kompas.com laman (kompas.com, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Erdelyi, Karina M. (2019, Oktober
21). The Psychological Impact of
Information Warfare &Fake
News. Psychom. Diakses pada 2 Mei 2020 melalui https://www.psycom.net/iwar.1.html
Fadhillah, G.F. (2013). “Upaya Meningkatkan Pengendalian Diri
Penerima Manfaat Melalui
Layanan Bimbingan Kelompok di Balai Rehabilitasi Mandiri
Semarang”.
Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Semarang.
Kota Semarang
Gross,
J. J. & Thompson, R. A. (2007). Emotion Regulation: Conceptual Foundation.
Handbook of Emotion Regulation,edited by. James J. Gross. New York: Guilford
Publications.
Hidaya, N., Qalby, N., Alaydrus,
S.S., Darmayanti, A., Salsabila, A.P. (2019). Pengaruh Media
Sosial terhadap Penyebaran Hoax oleh Digital Native
Kusumawardhani,
R. (2018). Self Management Untuk
Mengurangi Kecenderungan Misbehavior pada S Siswa Sekolah Dasar (Doctoral
dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
Kompas.com.
(2020, 05 04). menjadi pribadi yang
resilien di tengah pandemi covid-19. Retrieved from lifestyle kompas.com:
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/05/194911420/menjadi-pribadi-yang-resilien-di-tengah-pandemik-covid-19?page=all
Marwan, M. R. (2016).
Analisis Penyebaran Berita Hoax di Indonesia. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma.
Ummah, Anisatul. (2020). “Kominfo: Ada 554 Hoax Soal COVID-19 dengan
89 Tersangka”.
CNBC Indonesia, 18 April 2020.
Jakarta
Spielberger,
C. (1972). Current Trends in Theory and Research on Anxiety. In C.D.
Spielberger (Ed.), Anxiety: Current Trends in Theory and Research, 2.
No comments:
Post a Comment